Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Kejujuran dalam Mencari Ilmu

Kejujuran dalam Mencari Ilmu

Musim ujian, musimnya kecurangan. Tidak peduli baik murid, orang tua, atau bahkan guru itu sendiri yang “mengajari” murid-muridnya untuk berbuat curang. Inilah ironi dunia pendidikan di negeri ini, yang seharusnya menghasilkan lulusan berkualitas tinggi malah menghasilkan lulusan hasil kecurangan. Tak pelak tampaknya koruptor akan terus bertambah di masa depan. Bagaimana mencari ilmu yang sesungguhnya menurut ajaran Islam?

Bila kita cermati, Islam adalah agama yang memiliki banyak sisi yang sangat mengutamakan ilmu pengetahuan. Bahkan Islam mendorong umatnya untuk menuntut ilmu dengan tekun, untuk itu kita sudah sama-sama tahu bahwa ayat pertama yang diturunkan adalah tentang membaca, artinya tentang mencari ilmu. Bahkan Allah sudah berjanji pada kitasebagai umatnya, bahwa Dia akan meninggikan orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat.

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al Mujaadillah : 11)

Allah jelas akan memberikan keutamaan pada manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan, apalagi dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda, "barangsiapa menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalannya ke surga". Pertanyaannya, mengapa orang berilmu sangat dihargai oleh Allah? Karena orang berilmu memiliki satu ciri yang sangat disukai oleh Allah yaitu : memiliki rasa takut pada-Nya dan otomatis orang itu akan selalu mematuhi perintah-Nya. Untuk itu segala ciptaan Allah yang berilmu dan takut pada Allah akan mendapat gelar tersendiri seperti yang dicatat dalam salah satu ayat di bawah ini

“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”(QS Fathiir :28)

Menurut kesepakatan para ahli, seorang ulama adalah orang yang mengetahui kekuasaan dan kebesaran Allah, dan untuk mencapai posisi ini orang itu harus bisa memehami segala ciptaan Allah.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS Ali Imran : 190-191)

Jadi jelas, selalu mengingat Allah juga merupakan salah satu indikator orang berilmu. Maka marilah kita melakukan instrospeksi diri sejenak, sejauh mana indikator ini berada pada masa sekarang. Karena seperti yang kita tahu, di negara ini sudah berkembang pandangan bahwa institusi sebagai tempat mencari ilmu sudah dinodai dengan pandangan sekedar mencari ijasah atau mencari nilai. Akhirnya tidak sedikit para  siswa dan mahasiswa yang terjebak hanya untuk mengejar nilai.

Sementara banyak sekolah yang ingin naik reputasinya. Maka mereka mengusahakan agar nilai siswa bagus dengan segala cara termasuk mengesampingkan norma agama. Kondisi ini jelas memancing berbagai pelanggaran. Salah satunya dari perbuatan mencontek.

Berdasar survey yang dimabil dari 1400 siswa di Surabaya sekitar 8% mengaku pernah mencontek. Lalu dari 230 mahasiswa di Bandung ternyata 90% mengaku pernah mencontek. Lalu dari angka itu didapat 42% responden menganggap bahwa mencontek adalah hal biasa, alasannya? Sebagian besar mengaku karena tak memiliki rasa percaya diri. Artinya meskipun dia bisa menjawab tapi tetap saja dia mencontek. Bukankah ini adalah suatu sikap yang menyedihkan?

Pertanyaannya, bagaiman kita bisa mengembangkan kreatifitas bila rasa percaya diri sudah diruntuhkan? Koran Republika 25 Februari 2010 memberitakan bahwa pada tahun lalu di tingkat SMA/SMK, dari jumlah 1 juta peserta UN ternyata tingkat kejujurannya hanya 17,19%.

Sementara bila kita bandingkan kondisi ini dengan negara lain, misalnya di Jerman, ternyata seleksi untuk memilih siswa berprestasi dipilih dengan mengirimkan soal tes ke rumah masing-masing. Dalam hal ini sebenarnya kita juga memiliki kekurangan dalam budaya saling percaya dan dapat dipercaya.

Apa akibatnya? Ternyata budaya mencontek telah meletakkan negara kita dalam posisi rendah dalam peringkat inovasi dan kreatifitas Asia. Pada bulan maret 2009 Indonesia menempati peringkat 71 dari 108 negara. Sementara tetangga kita Singapura menempati peringkat 1 dan Malaysia ada di peringkat 2.


Kondisi ini akan memperburuk berbagai sektor pendidikan dan pembangunan karena gelombang pembangunan manusia harus dibangun dengan inovasi dan kreatifitas. Tapi bagaimana mungkin akan berkembang budaya kritis bila kita hanya bisa mencontek? Karena budaya mencontek pastinya akan melahirkan budaya tidak percaya diri. Tidak percaya diri untuk menerobos halangan untuk bisa menciptakan hal-hal baru yang penuh daya kreatifitas.


Disarikan dari Ceramah oleh Dr. Umar Fauzi
Adv 1
Share this article :

+ comments + 3 comments

27 April 2011 pukul 16.49

Proporsi yang sangat pas untuk kelulusan SMP dan SMA di Indonesia ialah 40% kemampuan harian (Rapot, Tingkah laku, dsb), 30% Karya Tulis Sederhana (Tulisan Tangan), dan 30% UAN. Jadi jangan cuman ngandelin UAN yang penuh dengan kecurangan, lha wong ane liat gurunya aja ikut nyebarin kunci jawaban, dan itu udah bukan rahasia lagi, dari sekolah favorit hingga sekolah yang "ecek-ecek" melakukannya. Yang jelas untuk beberapa kasus, ane sih udah gak percaya lagi ma UAN.

30% karya tulis tangan sederhana itu saya kira sangat tepat buat memaksa para siswa agar mereka mau mencari ilmu dan mau bekerja keras, nggak suman modal mbuletin jawaban doangk... Buat latihan jadi orang ilmiah juga walaupun sederhana. Andaikata mereka copy paste, kan mereka disuruh tulis tangan... jadi ya tetep ada unsur kerja keras dan ilmu yang masuk ke otak mereka walaupun sedikit. Andai aku jadi Menteri Pendidikan, udah aku pakai formula itu dari dulu... Wallahu'alam

28 April 2011 pukul 10.49

saya cuman blogwalking>>>
jika berniat liat blog saya kunjungin balik ya???

terima kasii...

16 April 2012 pukul 08.05

ILMU dan KEJUJURAN bagaikan intan yang kokoh, sedangkan NILAI hanyalah sebuah coretan di atas kertas yang rapuh

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger