Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Sifat Pemaaf Rasul SAW Bag. 2

Sifat Pemaaf Rasul SAW Bag. 2

Dari Aisyah RA, bahwasanya ia ber­kata kepada Nabi SAW, “Adakah satu hari yang lebih berat menimpamu dari­pada beratnya Perang Uhud?” 


Beliau menjawab, “Sungguh, aku mendapatkan penderitaan dari kaummu. Adapun yang paling berat adalah pada hari `Aqabah. Tatkala aku menawarkan diriku kepada Ibnu Abi Yalil bin Kulal, ia tidak menjawab tawaranku sebagaimana harapanku. Lalu aku pergi dengan ke­ada­an sedih di raut mukaku. Sesampainya di Qarn ats-Tsa`alib aku sadar dan meng­angkat kepalaku. Saat itu aku dinaungi awan. Kemudian aku melihatnya dan padanya ada Jibril AS.


Ia menyeruku dan berkata, ‘Sesung­guhnya Allah Ta`ala telah mendengar per­kataan kaummu kepadamu dan me­reka tidak mempedulikanmu. Sesung­guh­nya telah diutus kepadamu malaikat penunggu gunung untuk engkau suruh dia apa saja yang kamu kehendaki untuk membalas mereka.’ Kemudian malaikat penjaga gunung itu mengucap salam dan berkata kepadaku, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah Ta`ala telah men­dengar perkataan kaummu kepadamu dan aku adalah malaikat penjaga gunung. Tuhanku telah mengutusku kepadamu agar engkau suruh aku dengan perin­tah­mu, apakah yang engkau kehendaki? Jika engkau mau, aku hancurkan dua gu­nung itu atas mereka.’ Maka Nabi SAW berkata, ‘Sungguh aku masih berharap, semoga Allah mengeluarkan dari tulang sulbi (keturunan) mereka orang-orang yang kelak beribadah kepada Allah satu-satunya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (Muttafaq ‘Alaih).



Hadits di atas diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab Mula Penciptaan bab Me­nyebut Malaikat dan kitab Tauhid bab “Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”, sedangkan Muslim meriwayat­kannya dalam kitab Peperangan bab Siksaan yang Didapati Nabi SAW dari Orang-orang Musyrik dan Munafiq.
 

Dalam Perang Uhud, Nabi dan kaum muslimin mengalami kekalahan cukup telak. Bahkan beliau mengalami luka di wajah, patah tulang rahang, dan tercebur ke dalam lubang jebakan yang dibuat Abu Amr Ar-Rahib. Di samping itu, paman be­liau yang bernama Hamzah wafat dalam kejadian itu.


Sedangkan dalam peristiwa Aqabah telah disebutkan beliau sendiri di atas. Aqabah adalah sebuah tempat arah Thaif, yang dilalui beliau saat hijrah ke sana. Ada juga yang mengatakan, Aqa­bah yang dimaksud adalah suatu daerah dekat Mina, saat itu beliau menawarkan dirinya berdakwah bagi kabilah-kabilah di sana ketika musim haji. Adapun Qarn Tsa‘alib adalah sebuah tempat yang un­tuk menempuhnya butuh waktu sehari se­malam ke Makkah. Qarn Tsa‘alib juga tempat miqatnya jama’ah haji penduduk Najd.


Mulanya beliau berharap tawarannya untuk memohon bantuan dan pertolong­an dari kabilah tersebut dipenuhi, namun kenyataan pahit menimpa beliau. Mereka, yang dikomandoi Ibnu Abdi Yalil alias Mas‘ud dari kabilah Tsaqif ini, malah mencaci maki Nabi dengan ungkapan-ungkapan keji dan bahkan mencederai beliau.


Betapa beratnya beban yang dihada­pi Nabi. Sungguh tak terperikan! Hingga malaikat penjaga gunung menawarkan diri untuk turun tangan membalas sikap kabilah-kabilah itu, namun Rasulullah SAW dengan keluhuran akhlaqnya men­jawab tawaran itu, “Aku berharap, mudah-mudahan Allah Ta`ala melahirkan dari diri mereka kelak keturunan-keturunan yang menerima ajakan dakwah ini.”


Hadits ini menjelaskan betapa luhur­nya kasih sayang Rasulullah SAW ke­pada kaumnya dan kesabarannya atas penderitaan yang mereka timpakan ke­pada beliau. Beliau tidak marah atas de­rita dirinya atau mengancam dan men­den­dam atas derita itu, bahkan beliau tang­gung itu semua demi jalan dakwah dan berharap hanya kepada Allah Ta’ala. Beliau memang teladan bagi para pen­dakwah di setiap zaman!


Dari Anas RA, ia berkata, “Aku pernah berjalan bersama Rasulullah SAW. Saat itu beliau membawa selimut Najran yang tebal pinggirannya. Lalu (kami) bertemu seorang Arab Badwi yang kemudian se­konyong-konyong menarik-narik selen­dang beliau dengan kuat. Aku lihat di leher beliau terdapat guratan luka akibat kuatnya tarikan selendang beliau (oleh si Badwi itu). Kemudian si Badwi ini berkata, ‘Hai Muhammad, berikanlah harta Allah yang ada padamu!’ Beliau menoleh ke­pada orang Badwi itu lalu tertawa. Lalu beliau menyuruh untuk memberikan per­mintaan orang Badwi itu.” (Muttafaq `Alaih).


Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab Pakaian bab Selimut dan Pakaian Halus dan kitab Adab bab Senyum dan Ketawa. Adapun Muslim me­riwayatkannya dalam kitab Zakat bab Memberi kepada Orang yang Meminta de­ngan Cara Keji dan Keras.


Demikianlah Rasulullah SAW. Beliau adalah sosok teladan dalam bersikap. Sekalipun hal itu menyakitinya, beliau mem­beri maaf dengan senyuman dan bah­kan memberi apa yang dimilikinya ke­pada orang yang menyakitinya.


Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah orang yang perkasa itu orang yang jago berkelahi, namun sesungguhnya orang yang perkasa itu adalah orang yang dapat mengendalikan emosinya tatkala marah.” (Muttafaq `Alaih).


Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari da­lam kitab Adab bab Waspada dari Marah, sedangkan Muslim meriwayat­kan­nya dalam kitab Kebajikan bab Orang yang Mengendalikan Emosinya saat Marah.


Kekuatan hakiki adalah kekuatan akh­­laq, yakni kemampuan menahan diri dari amarah sekalipun ia punya kemam­puan diri untuk membalasnya. Namun de­miki­an, Islam juga tidak mengesam­ping­kan kekuatan fisik selama demi amal kebaik­an.




Al Kisah
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger